LENTERA HIDUP TAK BERSAYAP
Di tengah keramaian ibu kota
Ku lihat istana yang menyendiri
Tak ada lagi sosialitas
Tak ada lagi canda keluarga
Pahit rasanya jika aku tinggal di sana
Hidup teronta – ronta bagaikan sebatang kara
Tiada kekeluargaan
Lantaran hidupnya di pisahkan
Oleh kadar materi
Sungguh sedihnya ibu kotaku
Tak ada hubungan karib di sana
Seakan hidup berduri nan mengundang lara
Begitulah keadaan ibu kotaku
Bagaikan kehidupan tak bersayap
Sunyi . . .
Setiap kali kita berjalan
Sesering kita bertemu gadis mungil yang malang
Tersimpuh melas wajahnya
Berharap akan kasih untuk meminta
Hidupnya di ibu kota
Istana kertas di bawah jembatan
Itulah tempatnya
Di lorong lampu merah ia tebarkan senyumnya
Ia buihkan segala derita
Lantaran ia berharap selembar kertas
Bukanlah kertas warna merah yang ia harap
Bukan pula kertas warna biru yang ia harap
Bukan pula kertas warna hijau yang ia harap
Namun , , ,
Hanyalah sekoin kuning yang ia harap
Tetapi bukan untuk limpahan luka
Bukan untuk baju merah putih
Bukan pula untuk masa depannya
Sekoin itu hanya untuk adik bungsunya
Oh . . . itulah ibu kotaku
Indah seindah kelabu
Nan perih seperih paku
By : Ulfatul Hasanah
PENGORBANAN CINTA
Ku percaya akan perasaanmu
Cinta dan rasa sayangmu begitu besar
Aku pun percaya akan kesetiaanmu
Kau takkan pernah ke hati yang lain
Ku hargai ketulusan hatimu
Itu semua takkan pernah ku lupakan
Karna aku pun juga mencintaimu
Namun kali ini . . . . . .
Aku tak bisa lagi denganmu
Bukan aku benci
Bukan ku tak cinta dan tak sayang
Dan bukan pula karna ku telah menemukan hati yang lain
Tetapi . . . . . .
Karna ku tak mau berkhianat
Dengannya
Yaitu “ Orang tuaku “ .
By : Ulmah Wisliyati
PENAKLUK HATI
Wahai gadis…
Ku akui kau begitu menawan
Layaknya bunga,
Yang selalu mekar di dalam hatiku
Wahai gadis…
Tiada henti aku mendengar namamu
Kau menjadi buah bibir,
Di kalangan masyakat
Wahai gadis…
Kaulah penakluk hatiku
Kau belah dadaku dengan cintamu
Hingga aku tak mampu berkata
By : Vicky Rivaldi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar